Senin, 7 Februari 2011
Warteg Dewi
Jl. Kemang Raya, di sebelah L'atelier du Chocolat
Dewi warteg yang bersih dan rapih. Bentuknya seperti warung nasi dengan papan-papan kayu warna Ijo telor asin yang juga berfungsi sebagai pintu, jendela dan dinding. Melewati Kemang Raya ke arah Ampera, posisinya di sebelah kanan jalan, dengan tulisan besar di temboknya: Warteg Dewi.
Macam makanannya tak terlalu banyak tapi juga tidak sedikit. Malam itu kami makan bertiga, lauk pilihan saya sayur capcay, telor balado, dan kerupuk udang. Rasanya tidk istimewa. Teman saya memesan soto ayam dengan kuah santan, bumbunya lebih enak dari makanan saya. Lain kali saya akan memesannya. Bertiga kami membayar 26 ribu termasuk minuman, artinya seorang menghabiskan hampir 9 ribu perak.
Pelayan di Warteg Dewi perempuan-perempuan muda dan ramah, usianya mungki 19-an sampai 23 tahun. Dewi itu dimabil dari nama anak pemilik warteg.
'Yang jaga cewe semua, nggak takut digangguin sama tamu Mbak?'
'Nggak. Ngggak pernah ada yang ganggu'
Entah benar atau tidak, kalau benar mungkin karena lokasi warteg berada disekitar area ritel dan perkantoran sehingga pelanggannya lebih terpilih. Ini juga terlihat dari tamu-tamu yang datang, ada pasangan, ada mas-mas bertato (tato golongan pekerja kreatif bukan bromocorah), ada kami bertiga yang paling usil dan banyak maunya tapi tetap sopan dan menyenangkan.
Selasa, 8 Februari 2011
Warung Nasi Rizky
Jl. Kemang Raya, di seberang Kedai Kopi Kemang
Namanya bukan warteg tapi warung nasi, meskipun tidak memiliki bangunan permanen seperti warteg Dewi. Saya nggak paham mana yang harusnya lebih 'besar' dan establish; warteg atau warung nasi, mungkin nggak terlalu penting tapi saya penasaran hal apa dibalik alasan si pemilik memberikan 'titel' untuk tempat jualan mereka. Lokasinya tak jauh dari warteg Dewi dan berada di sisi jalan yang sama. Kalau saya berjalan dari Warteg Dewi ke arah Ampera, 200 meter setelahnya saya sampai di Warung Nasi Rizky.
Kami makan bertiga lagi malam ini, waktu kami tiba hanya ada 2 atau 3 orang yang sudah hampir selesai makan. Saya sering melewati tempat ini dan selalu ngiler melihat sajian makanan yang banyak dan beragam dibalik etalase kacanya. Dua orang teman saya sudah makan disini seminggu lalu, mereka semangat untuk kembali karena variasi menu yang banyak dan pasti karena enak.
Lauk pilihan saya hati ayam, kerang, oseng kacang panjang. Rasanya memang lebih enak dari yang kemarin, lebih mantep, lebih warteg.
Di dinding pagar beton yang jadi latarnya, ditempel banner bertulisan Warung Nasi Rizky bergambar dua orang anak lelaki, yang besar pasti si Rizky.
'Rizky nama anak yang punya ya, Mbak?
'Iya, itu dia yang di foto'
Seperti di Dewi pekerjanya perempuan semua dan lebih banyak jumlahnya.
Tak lama setelah kami mulai makan, pelanggan lain berdatangan. 5 atau 6 orang mahasiswa, dan lima orang lain semuanya laki-laki, bahkan satu diantaranya saya kenal, office boy di tempat saya bekerja dulu. Selain kami hanya ada seorang perempuan yang sudah ada sejak kami tiba. Kelihatannya langganan yang tinggal atau kerja dekat Rizky karena datang hanya membawa dompet dan blackberry, dan duduk tenang karena mengenal medan dengan baik. Beda sekali dengan kami dengan gembolan yang memenuhi meja dan grusak-grusuk sejak mulai duduk sampai meninggalkan tempat
Warteg Dewi
Jl. Kemang Raya, di sebelah L'atelier du Chocolat
Dewi warteg yang bersih dan rapih. Bentuknya seperti warung nasi dengan papan-papan kayu warna Ijo telor asin yang juga berfungsi sebagai pintu, jendela dan dinding. Melewati Kemang Raya ke arah Ampera, posisinya di sebelah kanan jalan, dengan tulisan besar di temboknya: Warteg Dewi.
Macam makanannya tak terlalu banyak tapi juga tidak sedikit. Malam itu kami makan bertiga, lauk pilihan saya sayur capcay, telor balado, dan kerupuk udang. Rasanya tidk istimewa. Teman saya memesan soto ayam dengan kuah santan, bumbunya lebih enak dari makanan saya. Lain kali saya akan memesannya. Bertiga kami membayar 26 ribu termasuk minuman, artinya seorang menghabiskan hampir 9 ribu perak.
Pelayan di Warteg Dewi perempuan-perempuan muda dan ramah, usianya mungki 19-an sampai 23 tahun. Dewi itu dimabil dari nama anak pemilik warteg.
'Yang jaga cewe semua, nggak takut digangguin sama tamu Mbak?'
'Nggak. Ngggak pernah ada yang ganggu'
Entah benar atau tidak, kalau benar mungkin karena lokasi warteg berada disekitar area ritel dan perkantoran sehingga pelanggannya lebih terpilih. Ini juga terlihat dari tamu-tamu yang datang, ada pasangan, ada mas-mas bertato (tato golongan pekerja kreatif bukan bromocorah), ada kami bertiga yang paling usil dan banyak maunya tapi tetap sopan dan menyenangkan.
Selasa, 8 Februari 2011
Warung Nasi Rizky
Jl. Kemang Raya, di seberang Kedai Kopi Kemang
Namanya bukan warteg tapi warung nasi, meskipun tidak memiliki bangunan permanen seperti warteg Dewi. Saya nggak paham mana yang harusnya lebih 'besar' dan establish; warteg atau warung nasi, mungkin nggak terlalu penting tapi saya penasaran hal apa dibalik alasan si pemilik memberikan 'titel' untuk tempat jualan mereka. Lokasinya tak jauh dari warteg Dewi dan berada di sisi jalan yang sama. Kalau saya berjalan dari Warteg Dewi ke arah Ampera, 200 meter setelahnya saya sampai di Warung Nasi Rizky.
Kami makan bertiga lagi malam ini, waktu kami tiba hanya ada 2 atau 3 orang yang sudah hampir selesai makan. Saya sering melewati tempat ini dan selalu ngiler melihat sajian makanan yang banyak dan beragam dibalik etalase kacanya. Dua orang teman saya sudah makan disini seminggu lalu, mereka semangat untuk kembali karena variasi menu yang banyak dan pasti karena enak.
Lauk pilihan saya hati ayam, kerang, oseng kacang panjang. Rasanya memang lebih enak dari yang kemarin, lebih mantep, lebih warteg.
Di dinding pagar beton yang jadi latarnya, ditempel banner bertulisan Warung Nasi Rizky bergambar dua orang anak lelaki, yang besar pasti si Rizky.
'Rizky nama anak yang punya ya, Mbak?
'Iya, itu dia yang di foto'
Seperti di Dewi pekerjanya perempuan semua dan lebih banyak jumlahnya.
Tak lama setelah kami mulai makan, pelanggan lain berdatangan. 5 atau 6 orang mahasiswa, dan lima orang lain semuanya laki-laki, bahkan satu diantaranya saya kenal, office boy di tempat saya bekerja dulu. Selain kami hanya ada seorang perempuan yang sudah ada sejak kami tiba. Kelihatannya langganan yang tinggal atau kerja dekat Rizky karena datang hanya membawa dompet dan blackberry, dan duduk tenang karena mengenal medan dengan baik. Beda sekali dengan kami dengan gembolan yang memenuhi meja dan grusak-grusuk sejak mulai duduk sampai meninggalkan tempat